SGFA : BERLATIH BERSAMA COACH BONGSU HASIBUAN
FUTSAL adalah cabang olahraga yang menjadi trend remaja masa kini. Pelajar SD, SMP, SMA, Hingga mahasiswa menggandrungi olahraga indoor yang satu ini. Digandrungi karena futsal memiliki banyak fungsi seperti : sebagai hiburan (fun), olahraga (sport), juga sebagai salah satu kegiatan untuk meraih prestasi.
Untuk mencapai prestasi tidaklah mudah. Perlu latihan yang inten dan kontinyu. Itulah sebabnya SG Futsal Academy (SGFA) berdiri. SGFA adalah wadah untuk mengasah bakat-bakat futsal di Kota Tasikmalaya. Minat dan bakat saja tidaklah cukup tanpa latihan yang teratur. Karena futsal tidak hanya menggiring dan menendang bola, namun setiap pemain harus berpikir luas, bergerak cepat, dan mampu mengeksekusi keputusan dengan cepat.
SGFA sebagai tempat menimba ilmu dan menambah wawasan futsal, berupaya memberikan yang terbaik bagi siswa-siswanya. Salahsatunya dengan mengadakan latihan bersama pelatih yang profesional. Seperti yang terlihat Senin (17/4) kemarin, siswa SGFA tengah berlatih bersama coach Bongsu Hasibuan pelatih Vamous FC. Latihan berlangsung ba'da Ashar hingga magrib di Stadium Futsal Arafah leuwi anyar. Lebih dari 50 siswa yang terdiri dari under 12 tahun, under 16, over 17, dan penjaga gawang mengikuti sesi latihan dengan semangat. Terlihat juga beberapa pemain putri yang sudah bergabung dengan SGFA diantaranya : Sri Lestari siswi SMPN 1, Rahma Pitriani, dan Rahmi Putriani siswi SMKN 1. "Hatur nuhun SGFA & Coach Bongsu, resep pisan" ungkap Rahmi yang terlihat senang sekali saat mengikuti sesi latihan.
Berlatih bersama pelatih club profesional memang menjadi dambaan setiap pemain. Selain pelatih sekaligus manajemen VAMOUS FC, Coach Bongsu sendiri merupakan direktur tehnik SGFA yang senantiasa memantau perkembangan siswa SGFA. Beliau berpesan agar siswa SGFA terus berlatih dan percaya sama pelatih dikelasnya masing-masing, karena beliaupun dengan senang hati akan meng-upgrade para pelatih SGFA guna mendapatkan ilmu kepelatihan terbaru. "senang sekali bisa bekerja sama dengan SGFA, semoga SGFA bisa lebih maju dan bisa mencetak pemain yang bagus. Ya..... kalau ada pemain yang bagus, nanti abang tarik ke VAMOUS" ungkap Coach Bongsu meyakinkan. Prima Saputra ketua SGFA pun menyambut kabar baik tersebut dengan senyuman ceria. "iya bang amiin, mudah-mudahan pemain SGFA ada yang masuk club Vamous".
Coach Bongsu sangat mendukung program SGFA, termasuk program kerja sama SGFA dengan club Vamous Fc. Alhamdulillah sampai saat ini kerjasama dengan Vamous terjalin dengan baik dan SGFA sudah 2 kali mengadakan coaching clinik futsal bersama coach Bongsu. Semoga kedepannya semakin banyak Club-club profesional lainnya yang bekerjasama dengan SGFA. Dengan banyaknya Link, akan memberikan lebih banyak peluang yang akan menjembatani pemain-pemain Kota Tasikmalaya untuk dapat tampil di Club Liga Profesional.
Literasi Olahraga
Media Komunikasi Literasi Olahraga (Penjaskes)
Jumat, 02 Juni 2017
Senin, 29 Mei 2017
MASAGI READING CHALENGE
MASAGI READING CHALENGE
IQRO#Bacalah. Adalah wahyu pertama yang diturunkn kepada Baginda tercinta Rosulullah Saw. Membaca berarti memberi makan dan minum rohani hingga membentuk energi dalam jiwa. Dalam rangka memperingati Hari Buku Sedunia tanggal 23 April yang jatuh pada hari Ahad. MASAGI memberi TANTANGAN kepada pegiat literasi SDN Sukamulya (MASAGI) untuk membaca buku dari pukul 07.00 s.d.13.00 WIB. Membaca dapat dilakukan dimana saja sesuai dengan kegiatan mereka pada hari Ahad 23 April 2017. Tantangan ini kami beri nama MASAGI READING CHALENGE (MRC). Kiriman foto yang sedang membaca buku dibatasi dari pukul 13.00 -14.00 melalui WA, BBM, & facebook dengan hastag :
Hari Buku Sedunia#(Nama-tempat membaca)#MRC#SDN SUKAMULYA#KOTA TASIK-JABAR
Inilah aksi SDN Sukamulya, dalam menebar energi literasi & semangat membaca.
inilah foto-foto kegiatan mereka
MENGAPRESIASI SEBUAH KARYA
MENGAPRESIASI
SEBUAH KARYA
Oleh : Irvan
Kristivan, M.Pd.
Puncak keberhasilan dari sebuah
karya adalah ketika karya itu diapresiasi. Bagaimana mungkin karya itu akan
bermanfaat jika dilihat saja tidak, diraba tidak, dirasa tidak, ditelaah dan direnungkanpun
tidak.
Masalah apresiasi memang hal yang kiranya masih jauh dari
budaya Indonesia. Boleh dibilang masyarakat Indonesia masih miskin apreasiasi.
Pembajakan masih leluasa, plagiatisme
masih melekat, kurang menghargai karya orang lain-pun masih kental.
Mengapresiasi terhadap sebuah karya bisa bebagai cara, bisa dengan memberi
penghargaaan, membeli yang original,
bahkan bisa dengan bentuk lain. Seperti halnya yang dilakukan oleh salah
seorang guru di SDN Sukamulya (Imang Rohimat, S.pd.I), sebelumnya dia termasuk
orang yang memandang biasa terhadap koran-koran yang berserakan di
perpustakaan. Tahun 2016 dia mulai menulis artikel untuk dipublikasikan pada media
massa. Betapa sulitnya membuat satu halaman tulisan yang layak untuk dimuat dia
rasakan, apa lagi pada awal menulis sangat berat terasa. Sejak itulah dia
merasa bahwa ternyata tulisan-tulisan di koran yang berserakan itu adalah buah
pikiran yang patut dihargai. Sejak itu ketika melihat koran berserakan, dia
pungut dan dirapikan. Bahkan dia sering merasa tidak tega koran dijadikan
bungkus makanan, seperti gorengan, bala-bala, dsb.
Kurangnya menghargai karya orang lain, sering pula kita
tidak sadari di sekolah. Betapa seringnya guru memberikan tugas mengarang,
membuat puisi, menggambar dsb. Namun, jarang sekali karya-karya siswa tersebut
yang diapresiasi dengan memajangnya di dinding kelas, mading sekolah, atau
bahkan diklipingkan. Terkadang guru merasa cukup hanya dengan memberi nilai
saja. Padahal dengan apresiasi kecil saja seperti dipajang di dinding kelas dan
mading sekolah, siswa sudah merasa senang.
“Setiap
siswa istimewa. Mereka selalu menyimpan potensi emas dalam dirinya, kita hanya
berusaha menggalinya” (Ema Astri Muliasari, S.Pd.). Berkarya dalam bentuk
tulisan akan mampu dilakukan oleh siswa-siswi yang luar biasa dengan potensi
dan talenta luar biasa. Sebagai bentuk apresiasi terhadap karya/tulisan mereka
yang luar biasa, maka SDN Sukamulya telah meluncurkan Buku “Mutiara Literasi
Sekolah” (MLS).
Mengapresiasi karya siswa bisa juga dilakukan di media sosial
(medsos) seperti yang telah dilakukan oleh salah satu orang tua siswa SDN
Sukamulya Kiki Hartati yang mengapresiasi buku MLS yang di dalamnya ada tulisan
anaknya Salsabila Anindya, seperti terlihat dalam akun Facebooknya dibawah ini
:
Hal
serupa juga dilakukan oleh siswi SDN Sukamulya Giska Nurfadilah salah satu
penulis dalam buku MLS.
Buku
"Mutiara Literasi Sekolah" (MLS) MASAGI-SDN Sukamulya telah
di-launching-kan dalam kegiatan "Diklat Optimalisasi IT Sebagai Media
Pembelajaran & Publikasi Ilmiah)" dalam rangka milad ke-2 forum Guru
Menulis (GUMEULIS) bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya, HU.
Kabar Priangan, & Telkom Indonesia Cab. Kota Tasikmalaya.
Buku
MLS juga mendapat apresiasi yang luar biasa dari seorang guru sekaligus penulis
yang produktif Ilam Maolani, M.Pd.
Beliau telah meluncurkan 6 buku yang luar biasa yang sangat berkontribusi bagi
insan pendidikan khususnya di Kota Tasikmalaya. Satu kalimat yang dia katakan
tentang buku MLS "Buku inspiratif yang akan memberikan energy positif bagi
guru dan siswa untuk berkarya dalam bentuk tulisan". Ketua Forum Gumeulis,
Caswita, MA.Pd. berkata : "Kepolosan dan kejujuran tulisan siswa-siswi SDN
Sukamulya menjadikan buku MLS luar biasa"
|
Terima kasih forum Gumeulis, telah mengapresiasi karya kami,
terima kasih kepada seluruh peserta milad ke-2 forum Gumeulis yang telah sudi
ikut serta kegiatan, datang jauh-jauh kehujanan, meluangkan waktu di
tengah-tengah kesibukan. Semoga Allah Swt. membalas dengan beribu kebaikan dan
kebarokahan. Amiin
Sudah saatnya Indonesia menghargai dan mengapresiasi
karya-karya anak bangsa yang luar biasa. Dengan apresiasi yang tinggi, insyaAllah akan bermunculan karya-karya
lain yang kreatif, inovatif, serta bermanfaat bagi orang banyak.
Penulis
adalah
penggerak GLS-WJLRC Kota Tasikmalaya, Guru Penjaskes SDN Sukamulya UPT Dinas
Pendidikan Wilayah Barat Kota Tasikmalaya.
Jumat, 21 April 2017
GENERASI KARTINI MASAGI
GENERASI KARTINI MASAGI
Hari ini jum'at tanggal 21 April 2017 bertepatan dengan peringatan kartini, Viska, Lidya, dan Salma pergi ke rumah guru naik sepeda. Tidak ada acara yang spesial, mereka hanya bersilaturahmi. "Seru sekali bisa main dan mengasuh de zahran yang super aktiv" ungkap Viska-Lidya-Salma. Meskipun jaraknya cukup jauh lebih dari 1 Km, mereka tampak semangat. Ini adalah kesekian kalinya mereka berkunjung.
Ada nilai dan kesan yang lebih selain silaturahmi. Mereka bermain sambil belajar. Berbeda dengan di sekolah, pada saat berkunjung di rumah guru mereka lebih berani untuk bertanya dan mengeksplor ide-ide. Keinginan, harapan, dan gagasan yang tidak berani dicurahkan saat pembelajaran di sekolah, meluap. Mereka lebih leluasa berekspresi.
Tidak hanya itu. Mereka-pun senang melihat dan membaca koleksi buku-buku gurunya. Mereka tampak senang memilih-milih buku di rak buku dinding. Biasanya di sekolah, mereka lebih senang berolahraga ketimbang baca buku di perpustakaan. Sisi lain dari mereka bertiga terlihat jelas ketika berada di rumah guru seharian.
Mereka adalah generasi kartini yang luar biasa. Tak lelah berguru mencari ilmu. Bermain, silaturahmi, belajar, mencari ilmu dalam satu waktu. Banyak hikmah dan pelajaran yang dapat dipetik. Membuka pintu rumah lebar-lebar untuk murid-murid, menjadi media untuk lebih memahami mereka.
Selasa, 18 April 2017
BUKAN SEKEDAR FUTSAL
BUKAN
SEKEDAR FUTSAL
Oleh : Irvan Kristivan, M.Pd.
Futsal.
Cabang olahraga (Cabor) yang sangat populer saat ini terutama di Kota
Tasikmalaya. Hampir setiap hari Stadium futsal di Kota Tasikmalaya tidak pernah
sepi. Hampir setiap bulan pertandingan futsal di gelar. Hampir di setiap Kecamatan
terdapat Stadium Futsal. Memang beberapa tahun belakangan Kota Tasikmalaya
sedang dilanda demam futsal.
Permainan yang
merupakan adopsi dari sepak bola ini
menjadi magnet yang sangat kuat bagi suluruh lapisan masyarakat. Club-club
futsal bermunculan. Begitupun Ekskul futsal di sekolah menjadi pilihan paforit
para pelajar. Baik SMA, SMP, bahkan SD. Terjadi peralihan mineset dikalangan pelajar, bukan lagi tertuju kepada sepak bola
melainkan beralih kepada futsal. Semakin minimnya minat pelajar terhadap
sepakbola terlihat pada pelaksanaan Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN)
tahun 2016. Pada tingkat SMA Cabor Futsal diikuti oleh 20 sekolah sedangkan
sepakbola hanya 13 sekolah. Begitupun pada tingkat SMP cabor futsal diikuti
oleh 45 sekolah sedangkan cabor sepak bola hanya diikuti oleh 13 sekolah.
Mengapa hal itu terjadi
? jawabannya sederhana karena futsal memiliki banyak keunggulan. Futsal dapat
dimainkan dalam cuaca apapun karena di dalam ruangan. Pemain futsal lebih
sedikit sehingga mudah untuk dikondisikan. Lapangan yang kecil lebih memberikan
tantangan untuk lebih menguasai bola dengan baik. Pergerakan bola lebih cepat
sehingga tidak ada waktu untuk berleha-leha. Gol lebih cepat terjadi sehingga
dalam hitungan menit-pun dapat tercetak beberapa GOL. Menuntut pemainnya untuk
bergerak, bertindak, dan mengambil keputusan lebih cepat.
Bukan hanya hal yang
sifatnya tehnikal dan taktikal saja yang menjadi alasan guru Penjas untuk
mengembangkan ekskul futsal di sekolah, melainkan ada nilai-nilai luhur yang
ingin disampaikan kepada siswa sebagai wujud dari pencapaian tujuan pendidikan.
Nilai-nilai tersebut diantaranya : Disiplin
(Discipline ),
Tekun (diligence),
Tanggung jawab (responsibility),
Ketelitian (carefulness),
Kerja sama (Cooperation), Toleransi
(Tolerance), Percaya diri (Confidence), Keberanian (Bravery).
Dengan bermain futsal siswa juga dididik untuk berfikir cepat dan kritis,
pantang menyerah sampai menit terakhir, berlapang dada jika bermain hanya
beberapa menit bahkan detik saja, selalu siap tidak bermalas-malasan karena
serangan lawan selalu datang dengan cepat, tetap tenang dan control dalam
kondisi sesulit apapun.
Nilai-nilai itu sangat dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi zaman saat
ini yang serba cepat. Daya saing yang semakin tinggi menuntut semua orang untuk
dapat berkerja keras dan memecahkan masalah dengan cepat. “Siapa cepat dia
dapat”. Maka dari itu untuk membentuk manusia yang tangguh dan berdaya saing
diperlukan pendidikan moral dan mental sejak dibangku sekolah, agar kelak siap
menghadapi dunia kerja. Salah satu cara menerapakn nilai-nilai moral tersebut
agar siswa berkarakter kuat adalah
melalui ekskul futsal.
Penulis
adalah
Guru Penjaskes SDN Sukamulya Kec. Bungursari Kota Tasikmalaya
Minggu, 16 April 2017
GURU BUKAN PEKERJA RODI
GURU BUKAN PEKERJA RODI
Oleh : Irvan Kristivan, M.Pd.
“Peningkatan kinerja guru”. Istilah
itulah yang sedang gencar-gencarnya disosialisasikan kepada gurumelalui diklet,
workshop, seminar, dan lain sebagainya. Perlu di garis bawahi kata "kinerja".
Sepintas terdengar sangat "wah" dan baik dalam peningkatan mutu
pendidikan di Indonesia. Namun, jika ditelaah lebih dalam kata
"kinerja" disana bisa menjadi kendala tidak tercapainya mutu
pendidikan. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia kata Kinerja dapat diartikan
sebagai “sesuatu yang dicapai; prestasi yang diperlihatkan; kemampuan kerja”. Dengan
demikian peningkatan kinerja yang dimaksud dapat bermakna ambigu apakah
peningkatan kinerja dalam arti peningkatan kinerja dalam arti peningkatan
kualitas kerja guru (pencapaian dan prestasi) atau semakin bertambahnya beban
kerja dan tugas kerja guru (kemampuan kerja).
Pertama. Jika peningkatan kinerja yang
dimaksud adalah semakin bertambahnya beban kerja dan tugas kerja guru, sama
dengan menjadikan guru sebagai "Pekerja Rodi". Dalam penjajahan Belanda
warga Indonesia dipaksa untuk bekerja siang-malam tanpa adanya belas kasihan
demi terlaksananya program pengurasan harta kekayaan Indonesia dengan membangun
benteng-benteng dan jalan-jalan dengan upah yang sedikit. Para pekerja tersebut
dikenal dengan istilah "Kerja Rodi". Hal itu memang tidak dipungkiri
terjadi pada guru. Beban dan tugas guru semakin menumpuk, sementara gaji masih
dibawah rata-rata pekerja lain. Apa lagi di SD yang notabene tidak ada staf tata usaha, guru harus merangkap sebagai
bendahara dan mengerjakan LPJ BOS yang sedemikian rupa jelimetnya, juga
merangkap sebagai operator yang tak henti-hentinya di cekoki dengan tugas meng-update
data mulai dari padamu negeri, dapodik dan sekarang PUPNS yang dalam
kenyataannya seringkali sistem error
sehingga harus berulang-ulang bahkan sering kali sampai larut malam. Sudah barang tentu guru yang sudah
terkuras habis tenaganya karena bergadang, tidak akan optimal dalam memberikan
pelayanannya sebagai guru kepada peserta didik. Belum lagi dibebani dengan
administrasi guru yang sebegitu banyaknya. Jika administrasi guru mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi Ada 10 item dan setiap item
dikerjakan dengan waktu 15 menit maka 150 menit atau 2,5 jam tersita dari tugasnya
mengajar. Sementara rata-rata guru mengajar setiap harinya 7-8 jam. Berarti
waktu efektif di sekolah hanya 4,5 jam. Bagaimana kalau lebih banyak dari 10
item, tentu akan semakin banyak waktu tersita ketika pembelajaran. Maka tak
heran jika ketika mengajar ada guru yang asyik mengerjakan administrasi guru
sementaara peserta didik sibuk menulis atau mengerjakan tugas. Dalam waktu yang
sedikit itu guru dituntut untuk dapat memberikan bimbingan, remedial, dan lain
sebagainya guna meningkatkan prestasi peserta didik dan mutu pendidikan. Bahkan
yang disekolahnya memiliki sedikit peserta didik hingga membuat guru kekurangan
jam mengajar, dia harus memenuhi target 24 jam pelajaran dengan mengajar di
sekolah lain. Apa mungkin dia bisa fokus meningkatkan kualitas pendidikan
peserta didiknya jika pikirannya terbagi dua dengan peserta didik di sekolah
lain ?.
Tidak hanya sampai disana. Untuk sekedar mandapatkan
kesetaraan gaji dengan pekerja lain melalui tunjangan sertifikasi saja, sering kali
tersendak baik karena administrasi yang tidak lengkap, data di dapodik yang tidak
valid, bahkan karena tidak mengajar
beberapa hari. Lebih ironis guru yang terkena musibah kecelakaan sehingga dia
tidak bisa mengajar lebih dari 3 hari, maka dia tidak akan menerima tunjangan
sertifikasi pada bulan tersebut. berarti guru tidak boleh izin apalagi sakit. Guru
juga manusia bukan robot yang tidak pernah sakit.
Kedua. Jika peningkatan kinerja dalam arti
peningkatan kualitas kerja guru, maka penekanannya adalah pada proses belajar
mengajar (PBM). Bagaimana seorang guru mengajar dengan baik, menyenangkan,
lugas, tegas, dan materi yang disampaikan mudah dipahami oleh peserta didik.
Bagaimana pembelajaran itu lebih mudah terserap oleh peserta didik baik dari
ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor agar peserta didik menjadi insan yang
cerdas, terampil dan berakhlak mulia sesuai dengan amanat UU No. 20 tahun 2003
tentang SISDIKNAS. Pendidikan yang bermutu yang benar-benar diharapkan akan
tercapai jika "kualitas kerja" guru baik dan kualitas kerja guru akan
semakin baik jika guru lebih fokus pada pencapaian tujuan pendidikan dan
benar-benar berkompeten dalam bidangnya baik secara keilmuan, pengalaman,
maupun secara real praktek dalam PBM.
Dengan demikian perlu adanya penekanan yang lebih spesifik
dalam istilah "peningkatan kinerja guru", yaitu pada
"peningkatan kualitas kerja guru" bukan pada “peningkatan kuantitas
kerja guru”; agar guru tidak dirugikan oleh pihak-pihak yang tidak paham betul
dengan istilah tersebut. Juga perlu adanya main
set yang sama antara guru, kepala sekolah, pengawas, dan pihak-pihak
terkait bahwa yang paling penting dalam menanggapi kinerja guru adalah
"kualitas kerja” bukan "kuantitas kerja”. Tentu saja kualitas kerja
disana adalah kerja yang konsisten dan
komitmen pada tupoksi sebagai guru
profesional.
Terbit di HU Kabar Priangan, Rabu 3 Pebruari 2016
Langganan:
Postingan (Atom)
SGFA : BERLATIH BERSAMA COACH BONGSU HASIBUAN
SGFA : BERLATIH BERSAMA COACH BONGSU HASIBUAN FUTSAL adalah cabang olahraga yang menjadi trend remaja masa kini. Pelajar SD, SMP, SMA, Hin...
-
BELAJAR MANAJEMEN PERTANDINGAN MELALUI KEGIATAN PORAK Oleh: Irvan Kristivan, M.Pd. Selesai UAS ganjil sebelum dibagikan raport, ...
-
INVITASI OLTRAD KOTA TASIKMALAYA 2017 Oleh : Irvan Kristivan, M.Pd. Dadaha. Sabtu 15 April 2017 Dinas Pariwisata Pemuda Olahraga dan K...
-
MEMAHAMI “BAHASA” ANAK Oleh : Irvan Kristivan, M.Pd. Membiasakan anak agar gemar menulis bukanlah hal mudah. Guru harus butul-bet...