Jumat, 02 Juni 2017

SGFA : BERLATIH BERSAMA COACH BONGSU HASIBUAN

SGFA : BERLATIH BERSAMA COACH BONGSU HASIBUAN

FUTSAL adalah cabang olahraga yang menjadi trend remaja masa kini. Pelajar SD, SMP, SMA, Hingga mahasiswa menggandrungi olahraga indoor yang satu ini. Digandrungi karena futsal memiliki banyak fungsi seperti : sebagai hiburan (fun), olahraga (sport), juga sebagai salah satu kegiatan untuk meraih prestasi.

Untuk mencapai prestasi tidaklah mudah. Perlu latihan yang inten dan kontinyu. Itulah sebabnya SG Futsal Academy (SGFA) berdiri. SGFA adalah wadah untuk mengasah bakat-bakat futsal di Kota Tasikmalaya. Minat dan bakat saja tidaklah cukup tanpa latihan yang teratur. Karena futsal tidak hanya menggiring dan menendang bola, namun setiap pemain harus berpikir luas, bergerak cepat, dan mampu mengeksekusi keputusan dengan cepat.
SGFA sebagai tempat menimba ilmu dan menambah wawasan futsal, berupaya memberikan yang terbaik bagi siswa-siswanya. Salahsatunya dengan mengadakan latihan bersama pelatih yang profesional. Seperti yang terlihat Senin (17/4) kemarin, siswa SGFA tengah berlatih bersama coach Bongsu Hasibuan pelatih Vamous FC. Latihan berlangsung ba'da Ashar hingga magrib di Stadium Futsal Arafah leuwi anyar. Lebih dari 50 siswa yang terdiri dari under 12 tahun, under 16, over 17, dan penjaga gawang mengikuti sesi latihan dengan semangat. Terlihat juga beberapa pemain putri yang sudah bergabung dengan SGFA diantaranya : Sri Lestari siswi SMPN 1, Rahma Pitriani, dan Rahmi Putriani siswi SMKN 1. "Hatur nuhun SGFA & Coach Bongsu, resep pisan" ungkap Rahmi yang terlihat senang sekali saat mengikuti sesi latihan.

Berlatih bersama pelatih club profesional memang menjadi dambaan setiap pemain. Selain pelatih sekaligus manajemen VAMOUS FC, Coach Bongsu sendiri merupakan direktur tehnik SGFA yang senantiasa memantau perkembangan siswa SGFA. Beliau berpesan agar siswa SGFA terus berlatih dan percaya sama pelatih dikelasnya masing-masing, karena beliaupun dengan senang hati akan meng-upgrade para pelatih SGFA guna mendapatkan ilmu kepelatihan terbaru. "senang sekali bisa bekerja sama dengan SGFA, semoga SGFA bisa lebih maju dan bisa mencetak pemain yang bagus. Ya..... kalau ada pemain yang bagus, nanti abang tarik ke VAMOUS" ungkap Coach Bongsu meyakinkan. Prima Saputra ketua SGFA pun menyambut kabar baik tersebut dengan senyuman ceria. "iya bang amiin, mudah-mudahan pemain SGFA ada yang masuk club Vamous".

Coach Bongsu sangat mendukung program SGFA, termasuk program kerja sama SGFA dengan club Vamous Fc. Alhamdulillah sampai saat ini kerjasama dengan Vamous terjalin dengan baik dan SGFA sudah 2 kali mengadakan coaching clinik futsal bersama coach Bongsu. Semoga kedepannya semakin banyak Club-club profesional lainnya yang bekerjasama dengan SGFA. Dengan banyaknya Link, akan memberikan lebih banyak peluang yang akan menjembatani pemain-pemain Kota Tasikmalaya untuk dapat tampil di Club Liga Profesional.

Senin, 29 Mei 2017

MASAGI READING CHALENGE

MASAGI READING CHALENGE

IQRO#Bacalah. Adalah wahyu pertama yang diturunkn kepada Baginda tercinta Rosulullah Saw. Membaca berarti memberi makan dan minum rohani hingga membentuk energi dalam jiwa. Dalam rangka memperingati Hari Buku Sedunia tanggal 23 April yang jatuh pada hari Ahad. MASAGI memberi TANTANGAN kepada pegiat literasi SDN Sukamulya (MASAGI) untuk membaca buku dari pukul 07.00 s.d.13.00 WIB. Membaca dapat dilakukan dimana saja sesuai dengan kegiatan mereka pada hari Ahad 23 April 2017. Tantangan ini kami beri nama MASAGI READING CHALENGE (MRC). Kiriman foto yang sedang membaca buku dibatasi dari pukul 13.00 -14.00 melalui WA, BBM, & facebook dengan hastag :

Hari Buku Sedunia#(Nama-tempat membaca)#MRC#SDN SUKAMULYA#KOTA TASIK-JABAR

Inilah aksi SDN Sukamulya, dalam menebar energi literasi & semangat membaca.

inilah foto-foto kegiatan mereka
















MENGAPRESIASI SEBUAH KARYA



MENGAPRESIASI SEBUAH KARYA
Oleh : Irvan Kristivan, M.Pd.

Puncak keberhasilan dari sebuah karya adalah ketika karya itu diapresiasi. Bagaimana mungkin karya itu akan bermanfaat jika dilihat saja tidak, diraba tidak, dirasa tidak, ditelaah dan direnungkanpun tidak.
Masalah apresiasi memang hal yang kiranya masih jauh dari budaya Indonesia. Boleh dibilang masyarakat Indonesia masih miskin apreasiasi. Pembajakan masih leluasa, plagiatisme masih melekat, kurang menghargai karya orang lain-pun masih kental. Mengapresiasi terhadap sebuah karya bisa bebagai cara, bisa dengan memberi penghargaaan, membeli yang original, bahkan bisa dengan bentuk lain. Seperti halnya yang dilakukan oleh salah seorang guru di SDN Sukamulya (Imang Rohimat, S.pd.I), sebelumnya dia termasuk orang yang memandang biasa terhadap koran-koran yang berserakan di perpustakaan. Tahun 2016 dia mulai menulis artikel untuk dipublikasikan pada media massa. Betapa sulitnya membuat satu halaman tulisan yang layak untuk dimuat dia rasakan, apa lagi pada awal menulis sangat berat terasa. Sejak itulah dia merasa bahwa ternyata tulisan-tulisan di koran yang berserakan itu adalah buah pikiran yang patut dihargai. Sejak itu ketika melihat koran berserakan, dia pungut dan dirapikan. Bahkan dia sering merasa tidak tega koran dijadikan bungkus makanan, seperti gorengan, bala-bala, dsb.
Kurangnya menghargai karya orang lain, sering pula kita tidak sadari di sekolah. Betapa seringnya guru memberikan tugas mengarang, membuat puisi, menggambar dsb. Namun, jarang sekali karya-karya siswa tersebut yang diapresiasi dengan memajangnya di dinding kelas, mading sekolah, atau bahkan diklipingkan. Terkadang guru merasa cukup hanya dengan memberi nilai saja. Padahal dengan apresiasi kecil saja seperti dipajang di dinding kelas dan mading sekolah, siswa sudah merasa senang.
“Setiap siswa istimewa. Mereka selalu menyimpan potensi emas dalam dirinya, kita hanya berusaha menggalinya” (Ema Astri Muliasari, S.Pd.). Berkarya dalam bentuk tulisan akan mampu dilakukan oleh siswa-siswi yang luar biasa dengan potensi dan talenta luar biasa. Sebagai bentuk apresiasi terhadap karya/tulisan mereka yang luar biasa, maka SDN Sukamulya telah meluncurkan Buku “Mutiara Literasi Sekolah” (MLS).
Mengapresiasi karya siswa bisa juga dilakukan di media sosial (medsos) seperti yang telah dilakukan oleh salah satu orang tua siswa SDN Sukamulya Kiki Hartati yang mengapresiasi buku MLS yang di dalamnya ada tulisan anaknya Salsabila Anindya, seperti terlihat dalam akun Facebooknya dibawah ini :

Hal serupa juga dilakukan oleh siswi SDN Sukamulya Giska Nurfadilah salah satu penulis dalam buku MLS.

Buku "Mutiara Literasi Sekolah" (MLS) MASAGI-SDN Sukamulya telah di-launching-kan dalam kegiatan "Diklat Optimalisasi IT Sebagai Media Pembelajaran & Publikasi Ilmiah)" dalam rangka milad ke-2 forum Guru Menulis (GUMEULIS) bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya, HU. Kabar Priangan, & Telkom Indonesia Cab. Kota Tasikmalaya.
Buku MLS juga mendapat apresiasi yang luar biasa dari seorang guru sekaligus penulis yang produktif  Ilam Maolani, M.Pd. Beliau telah meluncurkan 6 buku yang luar biasa yang sangat berkontribusi bagi insan pendidikan khususnya di Kota Tasikmalaya. Satu kalimat yang dia katakan tentang buku MLS "Buku inspiratif yang akan memberikan energy positif bagi guru dan siswa untuk berkarya dalam bentuk tulisan". Ketua Forum Gumeulis, Caswita, MA.Pd. berkata : "Kepolosan dan kejujuran tulisan siswa-siswi SDN Sukamulya menjadikan buku MLS luar biasa" 

Foto Bersama Kelas Ekskul Literasi MASAGI SDN Sukamulya sambil memegang buku Mutiara Literasi Sekolah
 
 
Terima kasih forum Gumeulis, telah mengapresiasi karya kami, terima kasih kepada seluruh peserta milad ke-2 forum Gumeulis yang telah sudi ikut serta kegiatan, datang jauh-jauh kehujanan, meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukan. Semoga Allah Swt. membalas dengan beribu kebaikan dan kebarokahan. Amiin
Sudah saatnya Indonesia menghargai dan mengapresiasi karya-karya anak bangsa yang luar biasa. Dengan apresiasi yang tinggi, insyaAllah akan bermunculan karya-karya lain yang kreatif, inovatif, serta bermanfaat bagi orang banyak.



Penulis adalah penggerak GLS-WJLRC Kota Tasikmalaya, Guru Penjaskes SDN Sukamulya UPT Dinas Pendidikan Wilayah Barat Kota Tasikmalaya.

Jumat, 21 April 2017

GENERASI KARTINI MASAGI

GENERASI KARTINI MASAGI


Hari ini jum'at tanggal 21 April 2017 bertepatan dengan peringatan kartini, Viska, Lidya, dan Salma pergi ke rumah guru naik sepeda. Tidak ada acara yang spesial, mereka hanya bersilaturahmi. "Seru sekali bisa main dan mengasuh de zahran yang super aktiv" ungkap Viska-Lidya-Salma. Meskipun jaraknya cukup jauh lebih dari 1 Km, mereka tampak semangat. Ini adalah kesekian kalinya mereka berkunjung. 


Ada nilai dan kesan yang lebih selain silaturahmi. Mereka bermain sambil belajar. Berbeda dengan di sekolah, pada saat berkunjung di rumah guru mereka lebih berani untuk bertanya dan mengeksplor ide-ide. Keinginan, harapan, dan gagasan yang tidak berani dicurahkan saat pembelajaran di sekolah, meluap. Mereka lebih leluasa berekspresi.


Tidak hanya itu. Mereka-pun senang melihat dan membaca koleksi buku-buku gurunya. Mereka tampak senang memilih-milih buku di rak buku dinding. Biasanya di sekolah, mereka lebih senang berolahraga ketimbang baca buku di perpustakaan. Sisi lain dari mereka bertiga terlihat jelas ketika berada di rumah guru seharian.


Mereka adalah generasi kartini yang luar biasa. Tak lelah berguru mencari ilmu. Bermain, silaturahmi, belajar, mencari ilmu dalam satu waktu. Banyak hikmah dan pelajaran yang dapat dipetik. Membuka pintu rumah lebar-lebar untuk murid-murid, menjadi media untuk lebih memahami mereka.






Selasa, 18 April 2017

BUKAN SEKEDAR FUTSAL



BUKAN SEKEDAR FUTSAL
Oleh : Irvan Kristivan, M.Pd.

Futsal. Cabang olahraga (Cabor) yang sangat populer saat ini terutama di Kota Tasikmalaya. Hampir setiap hari Stadium futsal di Kota Tasikmalaya tidak pernah sepi. Hampir setiap bulan pertandingan futsal di gelar. Hampir di setiap Kecamatan terdapat Stadium Futsal. Memang beberapa tahun belakangan Kota Tasikmalaya sedang dilanda demam futsal.
Permainan yang merupakan adopsi dari sepak bola ini menjadi magnet yang sangat kuat bagi suluruh lapisan masyarakat. Club-club futsal bermunculan. Begitupun Ekskul futsal di sekolah menjadi pilihan paforit para pelajar. Baik SMA, SMP, bahkan SD. Terjadi peralihan mineset dikalangan pelajar, bukan lagi tertuju kepada sepak bola melainkan beralih kepada futsal. Semakin minimnya minat pelajar terhadap sepakbola terlihat pada pelaksanaan Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) tahun 2016. Pada tingkat SMA Cabor Futsal diikuti oleh 20 sekolah sedangkan sepakbola hanya 13 sekolah. Begitupun pada tingkat SMP cabor futsal diikuti oleh 45 sekolah sedangkan cabor sepak bola hanya diikuti oleh 13 sekolah.
Mengapa hal itu terjadi ? jawabannya sederhana karena futsal memiliki banyak keunggulan. Futsal dapat dimainkan dalam cuaca apapun karena di dalam ruangan. Pemain futsal lebih sedikit sehingga mudah untuk dikondisikan. Lapangan yang kecil lebih memberikan tantangan untuk lebih menguasai bola dengan baik. Pergerakan bola lebih cepat sehingga tidak ada waktu untuk berleha-leha. Gol lebih cepat terjadi sehingga dalam hitungan menit-pun dapat tercetak beberapa GOL. Menuntut pemainnya untuk bergerak, bertindak, dan mengambil keputusan lebih cepat.
Bukan hanya hal yang sifatnya tehnikal dan taktikal saja yang menjadi alasan guru Penjas untuk mengembangkan ekskul futsal di sekolah, melainkan ada nilai-nilai luhur yang ingin disampaikan kepada siswa sebagai wujud dari pencapaian tujuan pendidikan. Nilai-nilai tersebut diantaranya : Disiplin (Discipline ), Tekun (diligence), Tanggung jawab (responsibility), Ketelitian (carefulness), Kerja sama (Cooperation), Toleransi (Tolerance), Percaya diri (Confidence), Keberanian (Bravery). Dengan bermain futsal siswa juga dididik untuk berfikir cepat dan kritis, pantang menyerah sampai menit terakhir, berlapang dada jika bermain hanya beberapa menit bahkan detik saja, selalu siap tidak bermalas-malasan karena serangan lawan selalu datang dengan cepat, tetap tenang dan control dalam kondisi sesulit apapun.
Nilai-nilai itu sangat dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi zaman saat ini yang serba cepat. Daya saing yang semakin tinggi menuntut semua orang untuk dapat berkerja keras dan memecahkan masalah dengan cepat. “Siapa cepat dia dapat”. Maka dari itu untuk membentuk manusia yang tangguh dan berdaya saing diperlukan pendidikan moral dan mental sejak dibangku sekolah, agar kelak siap menghadapi dunia kerja. Salah satu cara menerapakn nilai-nilai moral tersebut agar siswa  berkarakter kuat adalah melalui ekskul futsal.


Penulis adalah Guru Penjaskes SDN Sukamulya Kec. Bungursari Kota Tasikmalaya

Minggu, 16 April 2017

GURU BUKAN PEKERJA RODI



GURU BUKAN PEKERJA RODI
Oleh : Irvan Kristivan, M.Pd.

“Peningkatan kinerja guru”. Istilah itulah yang sedang gencar-gencarnya disosialisasikan kepada gurumelalui diklet, workshop, seminar, dan lain sebagainya. Perlu di garis bawahi kata "kinerja". Sepintas terdengar sangat "wah" dan baik dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Namun, jika ditelaah lebih dalam kata "kinerja" disana bisa menjadi kendala tidak tercapainya mutu pendidikan. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia kata Kinerja dapat diartikan sebagai “sesuatu yang dicapai; prestasi yang diperlihatkan; kemampuan kerja”. Dengan demikian peningkatan kinerja yang dimaksud dapat bermakna ambigu apakah peningkatan kinerja dalam arti peningkatan kinerja dalam arti peningkatan kualitas kerja guru (pencapaian dan prestasi) atau semakin bertambahnya beban kerja dan tugas kerja guru (kemampuan kerja).
Pertama. Jika peningkatan kinerja yang dimaksud adalah semakin bertambahnya beban kerja dan tugas kerja guru, sama dengan menjadikan guru sebagai "Pekerja Rodi". Dalam penjajahan Belanda warga Indonesia dipaksa untuk bekerja siang-malam tanpa adanya belas kasihan demi terlaksananya program pengurasan harta kekayaan Indonesia dengan membangun benteng-benteng dan jalan-jalan dengan upah yang sedikit. Para pekerja tersebut dikenal dengan istilah "Kerja Rodi". Hal itu memang tidak dipungkiri terjadi pada guru. Beban dan tugas guru semakin menumpuk, sementara gaji masih dibawah rata-rata pekerja lain. Apa lagi di SD yang notabene tidak ada staf tata usaha, guru harus merangkap sebagai bendahara dan mengerjakan LPJ BOS yang sedemikian rupa jelimetnya, juga merangkap sebagai operator yang tak henti-hentinya di cekoki dengan tugas meng-update data mulai dari padamu negeri, dapodik dan sekarang PUPNS yang dalam kenyataannya seringkali sistem error sehingga harus berulang-ulang bahkan sering kali sampai larut malam. Sudah barang tentu guru yang sudah terkuras habis tenaganya karena bergadang, tidak akan optimal dalam memberikan pelayanannya sebagai guru kepada peserta didik. Belum lagi dibebani dengan administrasi guru yang sebegitu banyaknya. Jika administrasi guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi Ada 10 item dan setiap item dikerjakan dengan waktu 15 menit maka 150 menit atau 2,5 jam tersita dari tugasnya mengajar. Sementara rata-rata guru mengajar setiap harinya 7-8 jam. Berarti waktu efektif di sekolah hanya 4,5 jam. Bagaimana kalau lebih banyak dari 10 item, tentu akan semakin banyak waktu tersita ketika pembelajaran. Maka tak heran jika ketika mengajar ada guru yang asyik mengerjakan administrasi guru sementaara peserta didik sibuk menulis atau mengerjakan tugas. Dalam waktu yang sedikit itu guru dituntut untuk dapat memberikan bimbingan, remedial, dan lain sebagainya guna meningkatkan prestasi peserta didik dan mutu pendidikan. Bahkan yang disekolahnya memiliki sedikit peserta didik hingga membuat guru kekurangan jam mengajar, dia harus memenuhi target 24 jam pelajaran dengan mengajar di sekolah lain. Apa mungkin dia bisa fokus meningkatkan kualitas pendidikan peserta didiknya jika pikirannya terbagi dua dengan peserta didik di sekolah lain ?.
Tidak hanya sampai disana. Untuk sekedar mandapatkan kesetaraan gaji dengan pekerja lain melalui tunjangan sertifikasi saja, sering kali tersendak baik karena administrasi yang tidak lengkap, data di dapodik yang tidak valid, bahkan karena tidak mengajar beberapa hari. Lebih ironis guru yang terkena musibah kecelakaan sehingga dia tidak bisa mengajar lebih dari 3 hari, maka dia tidak akan menerima tunjangan sertifikasi pada bulan tersebut. berarti guru tidak boleh izin apalagi sakit. Guru juga manusia bukan robot yang tidak pernah sakit.
Kedua. Jika peningkatan kinerja dalam arti peningkatan kualitas kerja guru, maka penekanannya adalah pada proses belajar mengajar (PBM). Bagaimana seorang guru mengajar dengan baik, menyenangkan, lugas, tegas, dan materi yang disampaikan mudah dipahami oleh peserta didik. Bagaimana pembelajaran itu lebih mudah terserap oleh peserta didik baik dari ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor agar peserta didik menjadi insan yang cerdas, terampil dan berakhlak mulia sesuai dengan amanat UU No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS. Pendidikan yang bermutu yang benar-benar diharapkan akan tercapai jika "kualitas kerja" guru baik dan kualitas kerja guru akan semakin baik jika guru lebih fokus pada pencapaian tujuan pendidikan dan benar-benar berkompeten dalam bidangnya baik secara keilmuan, pengalaman, maupun secara real praktek dalam PBM.
Dengan demikian perlu adanya penekanan  yang lebih spesifik dalam istilah "peningkatan kinerja guru", yaitu pada "peningkatan kualitas kerja guru" bukan pada “peningkatan kuantitas kerja guru”; agar guru tidak dirugikan oleh pihak-pihak yang tidak paham betul dengan istilah tersebut. Juga perlu adanya main set yang sama antara guru, kepala sekolah, pengawas, dan pihak-pihak terkait bahwa yang paling penting dalam menanggapi kinerja guru adalah "kualitas kerja” bukan "kuantitas kerja”. Tentu saja kualitas kerja disana adalah kerja yang konsisten dan komitmen pada tupoksi sebagai guru profesional.

Terbit di HU Kabar Priangan, Rabu 3 Pebruari 2016 
 

SGFA : BERLATIH BERSAMA COACH BONGSU HASIBUAN

SGFA : BERLATIH BERSAMA COACH BONGSU HASIBUAN FUTSAL adalah cabang olahraga yang menjadi trend remaja masa kini. Pelajar SD, SMP, SMA, Hin...