Senin, 10 April 2017

KETIKA GURU ENGGAN MEMBACA DAN MENULIS



KETIKA GURU ENGGAN MEMBACA DAN MENULIS
Oleh : Irvan Kristivan, M.Pd.

Guru. Itulah sosok orang yang sangat berjasa dalam kehidupan kita. Yang membawa kita dari kebodohan menjadi pintar, yang dengan telaten mengajarkan kita membaca dan menulis. Bahkan mendewasakan kita dengan berbagai ilmu pengetahuan sehingga mengubah “mainset” kita.
Guru bukanlah dewa atau malaikat. Dia adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Namun, terkadang masyarakat memandang guru sebagai seseorang yang serba bisa dan sumber ilmu. Masyarakat tidak mau tahu dengan background seorang guru ketika masih kuliah. Jurusan apa yang didalaminya, fakultas apa yang ditempuhna, bahkan lulusan Universitas mana-mananya. Tidak sedikit guru yang dipercaya untuk menjadi orang terdepan di masyarakat. Seperti menjadi RT, RW, DKM, atau bahkan pengurus organisasi kemasyarakatan lainnya.
Karena kepercayaan masyarakat itulah, maka seorang guru harus lebih meningkatkan potensinya. Dalam istilah Sunda sering disebut “Jalmi masagi”, artinya orang yang dapat berpikir bijak karena kedalaman ilmunya sehingga selalu melihat sesuatu perkara atau masalah dari berbagai sudut pandang. Tentu saja kepercayaan itu harus dijaga dengan sebaik mungkin, karena jika tidak berarti kita khianat. Salah satu cara untuk lebih meningkatkan keilmuan yang dimilikinya yaitu dengan rajin membaca. Membaca buku, membaca diri, membaca perubahan jaman, membaca lingkungan sekitar, membaca perkembangan ilmu pengetahuan. Guru harus berusaha untuk selalu up to date karena perkembangan ilmu pengetahuan begitu cepat. Sebagai contoh kita lihat media pembelajaran yang digunakan dari jaman ke jaman selalu berkembang. Orang jaman dulu menulis atau mencatat berbagai pengetahuan di  atas batu atau kulit pohon. Kemudian berubah menulis di atas kertas. Berkembang lagi dalam media computer. Berkembang lagi dalam media internet. Lebih maju lagi sekarang dapat diakses dalam berbagai media. Jaman dulu menggunakan OHP dengan plastik trasparannya dipandang sangat canggih, tapi sekarang dengan infokus jauh lebih maju karena dapat menampilkan gambar bergerak (video).
Jelas perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) tersebut tidak mungkin diabaikan oleh guru. Mau tidak mau, suka tidak suka, guru harus mengikuti  dan beradaptasi dengannya. Tentu saja dalam beradaptasi tersebut tidak mungkin tidak mengalami kesulitan atau kendala apapun. Besar kecilnya pasti ada. Karenanya, apa salahnya jika guru menuliskan berbagai macam kesulitan, keluhan, unek-unek dalam secarik kertas agar kelak dapat dibaca lagi dan dapat mencari jalan keluar dari berbagai permasalahan yang dihadapinya dalam proses pembelajaran. Hal itu akan memberikan kontribusi dalam mensukseskan tujuan pendidikan. Namun, ironisnya sedikit sekali guru yang mau menulis dan membaca. Hal itu seolah-olah nampak tidak ada kesulitan apapun. Tidak heran jika kurikulum berganti namun mengajar masih begitu-begitu saja.
Mungkin juga setiap guru ingin menuliskan berbagai unek-uneknya, namun terkendala dengan cara menuangkan buah pikirannya dalam bentuk tulisan. Mungkin juga karena takut tidak sesuai degan kaidah penulisan atau kaidah jurnalistik. Mungkin juga karena bingung karena tidak ada ruang untuk menulis.
Surat Kabar PRIANGAN yang dimotori oleh Kang Dudi telah berbaik hati untuk memberi ruang bagi guru untuk menyampaikan berbagai keluh-kesahnya, opini, atau realita yang dialami guru dalam pembelajaran. Pokoknya berbagai ke”galau”an guru dapat dituangkan dalam kolom ini. Bahkan secara istimewa kolom ini diberi nama rubrik “GUMEULIS”. Gumeulis, merupakan bahasa Sunda  yang artinya bergaya cantik maksudnya guru dapat mempercantik diri, eksis nongkrong di Surat Kabar Priangan melalui karyanya dalam bentuk tulisan. Gumeulis juga dapat diartikan secara akronim “guru menulis” maksudnya memberi ruang guru untuk menulis agar dapat dikonsumsi oleh khalayak banyak sehingga memperkaya kaidah keilmuan. Kolom gumeulis ini akan ada dalam Surat Kabar Priangan pada penerbitan hari senin, rabu, kamis, dan jum’at.
Bukan hanya itu, pada hari selasa (1/9) pukul 13.00 WIB di kantor redaksi Priangan guru-guru yang rajin “menulis” dan yang ingin belajar “menulis” diwadahi dalam sebuah komunitas yang diberi nama Forum Guru Menulis. Forum ini diketuai oleh Caswita. Melalui forum ini guru-guru dapat berkumpul untuk bertukar pikiran, belajar, menyamakan persepsi, juga sebagai ajang silaturahmi. Dari pertemuan pertama tersebut disepakati anggota forum gumeulis akan berkumpul pada tanggal 2 atau 3 setiap bulannya. Furum ini terbuka untuk semua guru dari berbagai jenjang dan bidang studi, baik SD/MI, SMP/MTS, maupun SMA/SMK/MA.
So, tidak ada lagi alasan guru untuk bingung dan takut menulis. Ruang sudah ada dan Negara dengan tegas melindungi opini, pendapat setiap orang sebagimana tertuang dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 1 bahwa setiap warga negara berhak untuk berserikat dan mengemukakan pendapat. Bukan jamannya lagi guru enggan membaca dan menulis. Jika gurunya sebagai orang yang mengajarkan membaca dan menulis saja enggan membaca dan menulis bagaimana dengan murid-muridnya ?. Penjahat saja selalu nekad untuk berbuat jahat tanpa memikirkan kerugiannya bagi orang lain, jadi kenapa tidak jika guru nekad untuk menulis demi mencerdaskan bangsa. Karenanya, marilah kita mulai hari ini, mulai detik ini, mulai saat ini laksanakan budaya baca dan menulis. Baca diri, baca lingkungan, baca alam sekitar. Lalu tulis apa yang kita rasakan dan kerjakan, agar ke depanya kita dapat kerjakan apa yang kita tuliskan.



Penulis adalah guru PJOK di SDN Sukamulya Kecamatan Bungursari UPT Dinas Pendidikan Wilayah Barat Kota Tasikmalaya. Aktif di Ikatan Guru Olahraga (IGORA) Kecamatan Bungursari dan IGORA Kota Tasikmalaya. 
Terbit di Kabar Priangan, Kamis 10 September 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SGFA : BERLATIH BERSAMA COACH BONGSU HASIBUAN

SGFA : BERLATIH BERSAMA COACH BONGSU HASIBUAN FUTSAL adalah cabang olahraga yang menjadi trend remaja masa kini. Pelajar SD, SMP, SMA, Hin...