KETIKA
GURU ENGGAN MEMBACA DAN MENULIS
Oleh : Irvan Kristivan, M.Pd.
Guru. Itulah sosok
orang yang sangat berjasa dalam kehidupan kita. Yang membawa kita dari
kebodohan menjadi pintar, yang dengan telaten mengajarkan kita membaca dan
menulis. Bahkan mendewasakan kita dengan berbagai ilmu pengetahuan sehingga
mengubah “mainset” kita.
Guru bukanlah dewa atau
malaikat. Dia adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan. Namun, terkadang masyarakat memandang guru sebagai seseorang yang
serba bisa dan sumber ilmu. Masyarakat tidak mau tahu dengan background seorang guru ketika masih
kuliah. Jurusan apa yang didalaminya, fakultas apa yang ditempuhna, bahkan
lulusan Universitas mana-mananya. Tidak sedikit guru yang dipercaya untuk menjadi
orang terdepan di masyarakat. Seperti menjadi RT, RW, DKM, atau bahkan pengurus
organisasi kemasyarakatan lainnya.
Karena kepercayaan
masyarakat itulah, maka seorang guru harus lebih meningkatkan potensinya. Dalam
istilah Sunda sering disebut “Jalmi masagi”,
artinya orang yang dapat berpikir bijak karena kedalaman ilmunya sehingga
selalu melihat sesuatu perkara atau masalah dari berbagai sudut pandang. Tentu
saja kepercayaan itu harus dijaga dengan sebaik mungkin, karena jika tidak
berarti kita khianat. Salah satu cara untuk lebih meningkatkan keilmuan yang
dimilikinya yaitu dengan rajin membaca. Membaca buku, membaca diri, membaca
perubahan jaman, membaca lingkungan sekitar, membaca perkembangan ilmu
pengetahuan. Guru harus berusaha untuk selalu up to date karena perkembangan ilmu pengetahuan begitu cepat.
Sebagai contoh kita lihat media pembelajaran yang digunakan dari jaman ke jaman
selalu berkembang. Orang jaman dulu menulis atau mencatat berbagai pengetahuan
di atas batu atau kulit pohon. Kemudian
berubah menulis di atas kertas. Berkembang lagi dalam media computer. Berkembang lagi dalam media internet. Lebih maju lagi sekarang dapat
diakses dalam berbagai media. Jaman dulu menggunakan OHP dengan plastik
trasparannya dipandang sangat canggih, tapi sekarang dengan infokus jauh lebih maju karena dapat
menampilkan gambar bergerak (video).
Jelas perubahan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) tersebut tidak mungkin
diabaikan oleh guru. Mau tidak mau, suka tidak suka, guru harus mengikuti dan beradaptasi dengannya. Tentu saja dalam
beradaptasi tersebut tidak mungkin tidak mengalami kesulitan atau kendala
apapun. Besar kecilnya pasti ada. Karenanya, apa salahnya jika guru menuliskan
berbagai macam kesulitan, keluhan, unek-unek dalam secarik kertas agar kelak
dapat dibaca lagi dan dapat mencari jalan keluar dari berbagai permasalahan
yang dihadapinya dalam proses pembelajaran. Hal itu akan memberikan kontribusi dalam mensukseskan tujuan
pendidikan. Namun, ironisnya sedikit sekali guru yang mau menulis dan membaca.
Hal itu seolah-olah nampak tidak ada kesulitan apapun. Tidak heran jika
kurikulum berganti namun mengajar masih begitu-begitu saja.
Mungkin juga setiap
guru ingin menuliskan berbagai unek-uneknya, namun terkendala dengan cara
menuangkan buah pikirannya dalam bentuk tulisan. Mungkin juga karena takut
tidak sesuai degan kaidah penulisan atau kaidah jurnalistik. Mungkin juga karena bingung karena tidak ada ruang
untuk menulis.
Surat Kabar PRIANGAN
yang dimotori oleh Kang Dudi telah berbaik hati untuk memberi ruang bagi guru
untuk menyampaikan berbagai keluh-kesahnya, opini, atau realita yang dialami
guru dalam pembelajaran. Pokoknya berbagai ke”galau”an guru dapat dituangkan dalam kolom ini. Bahkan secara
istimewa kolom ini diberi nama rubrik “GUMEULIS”. Gumeulis, merupakan bahasa
Sunda yang artinya bergaya cantik
maksudnya guru dapat mempercantik diri, eksis nongkrong di Surat Kabar Priangan
melalui karyanya dalam bentuk tulisan. Gumeulis juga dapat diartikan secara
akronim “guru menulis” maksudnya memberi ruang guru untuk menulis agar dapat
dikonsumsi oleh khalayak banyak sehingga memperkaya kaidah keilmuan. Kolom
gumeulis ini akan ada dalam Surat Kabar Priangan pada penerbitan hari senin,
rabu, kamis, dan jum’at.
Bukan hanya itu, pada
hari selasa (1/9) pukul 13.00 WIB di kantor redaksi Priangan guru-guru yang
rajin “menulis” dan yang ingin belajar “menulis” diwadahi dalam sebuah
komunitas yang diberi nama Forum Guru Menulis. Forum ini diketuai oleh Caswita.
Melalui forum ini guru-guru dapat berkumpul untuk bertukar pikiran, belajar,
menyamakan persepsi, juga sebagai ajang silaturahmi. Dari pertemuan pertama
tersebut disepakati anggota forum gumeulis akan berkumpul pada tanggal 2 atau 3
setiap bulannya. Furum ini terbuka untuk semua guru dari berbagai jenjang dan
bidang studi, baik SD/MI, SMP/MTS, maupun SMA/SMK/MA.
So, tidak ada lagi
alasan guru untuk bingung dan takut menulis. Ruang sudah ada dan Negara dengan
tegas melindungi opini, pendapat setiap orang sebagimana tertuang dalam UUD 1945
pasal 27 ayat 1 bahwa setiap warga negara berhak untuk berserikat dan
mengemukakan pendapat. Bukan jamannya lagi guru enggan membaca dan menulis. Jika gurunya sebagai orang yang
mengajarkan membaca dan menulis saja enggan
membaca dan menulis bagaimana dengan murid-muridnya ?. Penjahat saja selalu
nekad untuk berbuat jahat tanpa memikirkan kerugiannya bagi orang lain, jadi
kenapa tidak jika guru nekad untuk menulis demi mencerdaskan bangsa. Karenanya,
marilah kita mulai hari ini, mulai detik ini, mulai saat ini laksanakan budaya
baca dan menulis. Baca diri, baca lingkungan, baca alam sekitar. Lalu tulis apa
yang kita rasakan dan kerjakan, agar ke depanya kita dapat kerjakan apa yang
kita tuliskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar