Senin, 03 April 2017

PJOK BUKANLAH CBSA



PJOK BUKANLAH CBSA
Oleh : Irvan Kristivan, M.Pd.

Penjas Orkes adalah sebuah akronim dari Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK). Pendidikan jasmani itu sendiri dapat diartikan sebagai proses pendidikan via aktivitas jasmani dan/atau cabang olahraga yang terpilih dengan maksud untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan yang ingin dicapai bersipat menyeluruh, mencakup aspek fisikal, intelektual, emosional, sosial dan moral. (Rusli Lutan,1997).
Berdasarkan definisi tersebut, peranan PJOK di sekolah sangatlah penting dalam membina siswanya agar senantiasa segar bugar sehingga dapat melaksanakan tugas belajarnya dengan tekun, semangat, dan tanpa merasa kelelahan yang berlebih. Itulah sebabnya pemerintah menjadikan PJOK sebagai bidang studi yang wajib di tingkat SD, SMP, SMA.
Paradigma yang berkembang di masyarakat sampai saat ini adalah adanya anggapan bahwa guru yang paling “enak” adalah guru PJOK karena dalam pemahaman mereka mengajar PJOK itu mudah dan santai. Tidak perlu berpikir dan ilmu pengetahuan. Cukup acungkan telunjuk dan tiup peluit dengan keras, maka siswa akan berlari mengelilingi lapangan sementara gurunya bisa duduk dengan santai di bawah pohon sambil merokok, baca koran, atau minum kopi. Cara mengajar seperti itu guru kelas pun bisa, bahkan seorang tukang becak pun bisa. Orang sunda sendiri sering menjadikannya guyonan dengan plesetan CBSA “Cul Budak Sina Anteng” yang artinya biarkan saja anak senang bermain.
Sepintas mengajar PJOK itu memanglah mudah. Namun, dibalik semua itu justru tanggung jawab guru PJOK sangatlah berat bahkan lebih berat dibandingkan dengan guru lainnya. Pembelajaran PJOK sangatlah beresiko terhadap keselamatan. Jika siswa salah dalam melaksanakan tugas yang diberikan guru, maka akan mengakibatkan terjadinya cedera otot, patah tulang, rusak syaraf sensorik, atau bahkan kematian. Sedikit saja siswa salah dalam melakukan gerakan senam, maka tangan, leher, atau anggota badan lainnya akan cedera. Sekejap saja guru lalai dalam pembelajaran renang, maka bahaya kematian itu sangat dekat karena kematian di kolam renang hitungannya bukan menit lagi melainkan detik. Sedikit sekali orang yang dapat menahan nafas lebih dari satu menit di dalam air. Berbeda dengan guru kelas. Jika siswanya salah dalam melaksanakan tugas, dia cukup mencoret yang salah dan memberi nilai jelek. Apabila salah 1 nilainya 9, salah 2 nilainya 8, salah 3 nilainya 7, dan begitu seterusnya. Kesalahan, kebodohan, kecerobohan yang dilakukan siswa dalam mata pelajaran lain tidak mengakibatkan terancam keselamatannya.
Untuk mencegah/memperkecil kemungkinan terjadinya hal itu, maka guru PJOK sudah dibekali dengan dedaktik metodik mengajar, anatomi manusia, ilmu faal, perkembangan motorik, pencegahan dan perawatan cedera, dan ilmu-ilmu lainnya yang tidak dipelajari oleh guru lain. Seorang guru PJOK dituntut untuk  paham betul berbagai macam cedera yang mungkin terjadi saat berolahraga, seperti : Tendinitis yang disebabkan overuse syndrome, strain akibat overuse syndrome starin, over stretch dan over stress, Sprain atau cedera pada ligament, dll. Dalam pendidikan olahraga hal itu dipelajari seperti halnya dalam dunia kedokteran. Hanya saja dipelajarinya sebatas pada pencegahan dan perawatan cedera, tidak sedetail kedokteran.
Dewasa ini, pemerintah sedang gencar-gencarnya dengan menggembor-gemborkan pendidikan berkarakter. Dimana pendidikan karakter tersebut harus diterapkan dalam setiap pembelajaran di sekolah. Jauh sebelum itu, justru guru PJOK telah menerapkan pendidikan berkarakter. Dalam setiap pembelajaran PJOK selalu menerapkan nilai-nilai Disiplin (Discipline), Tekun (diligence), Tanggung jawab (responsibility), Ketelitian (carefulness), Kerja sama (Cooperation), Toleransi (Tolerance), Percaya diri (Confidence), dan Keberanian (Bravery). Nilai-nilai tersebut secara langsung di implementasikan dalam praktek berupa sangsi dan tindakan. Sebagai contoh kita lihat pada saat bermain sepak bola. Dalam sepak bola setiap siswa dituntut percaya diri memainkan bola melewati lawan-lawannya, namun dia juga di tuntut untuk tidak egois melainkan harus bekerjasama dengan siswa lainnya. Sebagus apapun bermain bola kalau mainnya sendiri pasti akan kalah. Jika salah seorang siswa melakukan kecurangan yang merugikan lawannya, maka ia kan dikenakan sangsi berupa finalti atau tendangan bebas. Disinilah diterapkan toleransi, saling menghargai, menjaga keselamatan, dan tanggung jawab. setiap perbuatan ada konsekuensinya masing-masing. Sebagai contoh yang lain kita lihat ketika bola keluar lapangan. Setiap siswa pasti sudah tahu bahwa itu Trow in untuk lawan, artinya jika salah seorang keluar dari aturan maka harus segera kembali lagi keaturan jangan sampai terus-menerus terjerumus dalam kemungkaran atau kemaksiatan. Nilai-nilai yang diterapkan dalam pembelajaran PJOK sering disebut dengan istilah Sportif atau Fair Play.
Dari uraian di atas, dapat ditarik benang merahnya bahwa mengajar PJOK tidaklah semudah yang dikatakan orang-orang. Dalam setiap aktivitas jasmani yang diintruksikan seorang guru PJOK terselip tujuan yang sangat mendalam sebagai inti dari pendidikan yang harus dikuasai, dipahami, dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh siswa. Adapun tujuan murni pendidikan jasmani adalah meningkatkan perkembangan fisik, perkembangan neuromuscular, perkembangan kognitif dan perekembangan sosial. Maka dari itu, guru PJOK harus benar-benar seorang professional yang ahli di bidangnya.



Tentang Penulis

Irvan Kristivan, M.Pd. Bekerja sebagai guru PJOK di SDN Sukamulya Kecamatan Bungursari Kota Tasikmalaya. Sarjana Lulusan FPOK-UPI Bandung Tahun 2008. Megister lulusan Program Pascasarjana UNIGAL Ciamis Tahun 2013.



Terbit di Duta Priangan Edisi 108 (16-31 Juli 2014) hal. 6


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SGFA : BERLATIH BERSAMA COACH BONGSU HASIBUAN

SGFA : BERLATIH BERSAMA COACH BONGSU HASIBUAN FUTSAL adalah cabang olahraga yang menjadi trend remaja masa kini. Pelajar SD, SMP, SMA, Hin...