DEKATKAN
BUKU PADA SISWA
Oleh : Irvan Kristivan, M.Pd.
Kita
sering dengar berbagai slogan dan himbauan tentang pentingnya membaca buku,
“Buku adalah jendela dunia”, “Buku adalah gudang ilmu”. Slogan itu sudah sangat
melekat ditelinga kita. namun, sayang kita selalu lupa bahwa “kuncinya adalah
membaca”. Sungguh ironis sekali ungkapan yang begitu bagus hanya menjadi kiasan
belaka. Implementasi-nya dalam
kehidupan bangsa Indonesia sangat berbeda seratus delapan puluh derajat. Budaya baca masyarakat Indonesia menempati posisi
terendah dari 52 negara di kawasan Asia Timur berdasarkan data yang dilansir
Organisasi Pengembangan Kerja sama Ekonomi (OECD). Rendahnya budaya baca
tersebut menyebar secara merata di semua
segmen masyarakat. Ranking membaca yang sangat memalukan.
Lebih memalukan lagi justru dikalangan pendidikan yang seharusnya menjadi
barisan paling depan dalam membaca malah sebaliknya. Jika jaman dulu setiap
malam anak-anak senantiasa berada di depan lampu “cempor” untuk membaca buku, justru dijaman yang terang benderang
ini anak-anak terbius oleh televisi, handphone,
dan game online.
Untuk memecahkan
keterpurukan membaca tersebut, kemendikbud
berupaya meningkatkan minat baca pelajar melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS).
Anjuran tentang GLS tertuang dalam Permendikbud
RI Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, mengisyaratkan
pengembangan dan pembelajaran, khususnya potensi unik dan utuh
setiap anak melalui kegiatan wajib pembiasaan membaca buku non-pelajaran setiap
hari. Di jawa Barat sendiri telah disiapkan 300 orang guru SD/SMP sebagai
penggerak GLS yang telah mengikuti pelatihan pada bulan juni 2016. Juga telah
disiapkan sekolah perintis GLS yang
pelatihannya akan dilaksanakan pada bulan agustus 2016. Baik penggerak maupun
perintis diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang positif dalam meningkatkan
budaya baca pelajar.
Lalu, bagaimana dengan
guru atau sekolah yang tidak termasuk penggerak atau perintis GLS agar gerakan
membaca 15 menit setiap hari bagi siswa dapat terlaksana dengan baik ?.
Salah satu jalan adalah
dengan “Mendekatkan Buku Pada Siswa”. Maksudnya adalah memudahkan siswa
mengakses atau mendapatkan buku. Biasanya ada beberapa siswa yang “alergi” terhadap perpustakaan. Maka dari
itu perlu dilakukan beberapa setrategi yang tepat, seperti :
Perpustakaan
Kelas. Berisikan buku-buku pelajaran & non pelajaran.
perpustakaan kelas didesain semenarik mungkin. Buku-buku harus tersusun rapi
setiap pagi. Biasanya setelah pembelajaran keadaan perpustakaan kelas akan
berantakan, maka wali kelas dapat membuat kelompok kecil yang bertugas untuk
merapikan, atau bisa juga dengan dibuat jadwal piket membereskan perpustakaan
kelas seperti jadwal piket membersihkan kelas.

Mading.
Majalah dinding sangat penting di sekolah. Selain sebagai ruang informasi, mading
juga merupakan ruang siswa untuk berkreasi. Mading merupakan pameran kecil karya
siswa. Karya siswa dapat dipajang di mading sehingga siswa merasa dihargai. Mading
juga merupakan media yang sangat efektif untuk meningkatkan minat baca siswa. Space mading yang sangat terbatas hanya
dapat memuat informasi yang singkat pula, sehingga siswa yang tidak biasa baca
buku pun dapat menyempatkan diri membaca mading. Mading dapat dibuat semenarik
mungkin agar tidak terkesan kaku dan membosankan. Biasanya siswa akan tertarik
dengan sesuatu yang menarik.
Mungkin banyak hal-hal
lain yang dapat dilakukan untuk dapat mendekatkan buku pada siswa. Jika setiap
tempat di sekolah selalu ada buku, lambat laun siswa pun akan tertarik untuk
membaca buku. Berawal dari membaca koran bekas bungkus gorengan, lama-kelamaan
buku segudang diperpustakaanpun dapat dibacanya. Mulai-lah membaca dari
sekarang.
Penulis
adalah
Guru Penjaskes SDN Sukamulya Kec. Bungursari Kota Tasikmalaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar