MEMAHAMI
“BAHASA” ANAK
Oleh : Irvan Kristivan, M.Pd.
Membiasakan
anak agar gemar menulis bukanlah hal mudah. Guru harus butul-betul memahami “bahasa”
anak. Bahasa anak dalam arti bahasa yang dipakai dan dipahami anak sesuai
dengan dunianya. Terkadang anak mengungkapkan sesuatu yang tidak lazim
dikatakan orang dewasa, namun maksud dan tujuannya dapat dimengerti. Beberapa
hal yang perlu dipahami guru terkait dengan kemampuan “bahasa” anak dalam menulis,
diantaranya:
Pertama,
Perbendaharaan kata masih minim. Anak masih kesulitan
ketika akan menuangkan apa yang ada dipikirannya dalam bentuk tulisan. Pada
dasarnya anak sudah memiliki konsep tersendiri dalam memory otaknya meskipun masih belum kompleks. Namun, ketika hendak
diungkapkan dalam bentuk kata-kata, anak lebih memilih menggunakan kata yang
singkat tetapi maksud dan tujuannya dapat tersampaikan. Anak belum mampu
mengembangkan kata-kata dan mengembangkan cerita. Sehingga tidak heran jiga
ketika diberi tugas bercerita anak lebih memilih membuat cerita yang sangat
singkat dan pendek. Bahkan dari segi ceritanya pun cenderung masih sekitar satu
atau dua peristiwa yang dianggap paling penting, menyenangkan, atau yang pernah
dialaminya sendiri.
Kedua,
Penggunaan kata masih tercampur dengan bahasa daerahnya.
Bahasa daerah sangat kental dengan kehidupan anak sehingga dalam setiap tulisan
anak selalu ada satu atau dua yang menyisipkan bahasa daerah. Hal itu karena
anak belum mampu men-translate secara
baik bahasa daerah yang dimaksud ke dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Seperti yang pernah saya temukan dikelas IV ada anak yang menulis “Kemudian
saya dan teman-teman mengbal di
lapangan”. Kata “mengbal” seharusnya
“bermain bola”, namun karena anak kental dengan daerahnya yaitu Sunda makan
kata “mengbal”-lah yang anak tuangkan
dalam tulisannya.
Ketiga,
Pengalaman anak masih dangkal. Cenderung yang mereka
tulis tidak jauh dari apa yang berada di sekitar mereka. Tidak heran jika
ditemukan tulisan beberapa anak yang cenderung sama. Misalnya ketika disuruh untuk
menulis pengalaman liburan sekolah guru seringkali menemukan lebih dari dari
dua anak yang menulis judul “Berkunjung ke rumah nenek”. Atau bahkan ketika
anak diberi tugas membuat puisi pasti guru akan menemukan banyak puisi dengan
judul “IBU”.
Keempat,
Bahasa anak adalah JUJUR. Apa yang mereka lihat, mereka
dengar, mereka rasakan adalah apa yang mereka tulis. Anak belum bisa membedakan
mana yang salah dan mana yang benar. Anak belum bisa memakai gaya bahasa atau
majas. Cenderung kata-katanya datar, seadanya, tanpa ada perumpamaan atau
bahkan kata-kata yang ambigu.
Setelah memahami “bahasa”
anak gurupun perlu memperhatikan hal-hal yang dibutuhkan anak ketika dia
menulis, yaitu sebagai berikut:
Pertama,
Semua karya anak harus dihargai. Sekecil apapun karya
anak adalah produk dari pemikiran anak yang patut dihargai. Bentuk penghargaan
itu bisa berupa tepuk tangan, sanjungan, atau bahkan mengakui bahwa itu adalah
karya anak. Sekecil apa pun pengahargaan yang diberikan oleh guru terhadap
karyanya akan memberikan motivasi yang paling besar terhadap anak.
Kedua,
Meluruskan bukan menyalahkan. Dalam hal membetulkan
kesalahan anak harus hati-hati. Penggunaan bahasa dan cara menyampaikan harus
dengan tepat. Jangan sekali-kali guru menyalahkan karya tulis anak, justru guru
harus meluruskan setiap kesalahan dengan cara yang halus bahkan tanpa disadari
anak tulisannya telah dikoreksi.
Ketiga,
Memberikan stimulan.
Mengingat pembendaharaan kata dan pengalaman anak yang masih minim, maka perlu
adanya stimulan dari gurunya. Stimulan yang dimaksud bukan hanya
sekedar motivasi, namun lebih kepada memancing anak untuk menulis atau lebih
kepada mengarahkan anak menulis diluar kebiasaanya. Contoh: menghindari kata
saya, menghindari tema ibu, ayah, guru, berlibur ke rumah nenek, atau bisa juga
dengan memberikan tugas dengan tema-tema yang menarik tetapi sangat dekat
dengan kehidupan anak seperti: sarapan, menonton TV, mandi, belajar,
kebersihan, dsb.
Dengan memperhatikan “bahasa”
anak dan hal-hal yang dibutuhkan anak ketika menulis, maka anak akan dengan
senang hati menulis, kemudian menjadi terbiasa menulis, dan pada akhinya
menjadi hobi. Jika sesuatu sudah menjadi hobi, maka seberat apapun akan terasa
ringan dan akan dilakukan dengan penuh keikhlasan dan berkesinambungan tanpa
tahu batas waktu kapan akan berakhir. Yang pasti anak akan mampu menghasilkan
produk sebagai karyanya sendiri.
Penulis
adalah
anggota Forum GUMEULIS, Guru Penjaskes SDN Sukamulya UPT Dinas Pendidikan
Wilayah Barat Kota Tasikmalaya.
Terbit di HU. Kabar Priangan, Kamis, 14 April 2016